Tulisan 3


Pada Milenium ketiga Masehi, Islam tetap menjadi agama mayoritas di negeri Indonesia ini, dan mungkin akan tetap demikian hingga akhir dunia ini. Indonesia dengan jumlah penduduk terbanyak keempat di dunia, menjadikan Indonesia sebagai negara dengan penduduk beragama Islam terbanyak yang ada di dunia.
Sebagaimana hasil tidak akan jauh dari usaha, proses Islamisasi negeri yang dulunya dikenal dengan sebutan Nusantara ini juga sangatlah menakjubkan. Proses ini merupakan satu fase yang tak terpisahkan dalam menuju sebuah peradaban Indonesia modern. Proses ini sangat luar biasa, mengingat proses perluasan Islam di wilayah ini terjadi tatakala pusat peradaban Islam di Timur Tengah sedang berada dalam kemunduran kekuatan dan kemajuan ilmu pengetahuan. Proses ini berlangsung antara abad ke-13 sampai dengan abad ke-16.
Di dalam buku Tradisi Pesantren, Zamakhsyari Dlofir mencatat bahwa Pesantren merupakan anak panah dari proses penyebaran Islam ke seluruh pelosok negeri. Pesantren lah yang menentukan corak dan watak dari kesultanan-kesultanan yang ada di Indonesia. Di lembaga pesantren itu pula ditemukan manuskrip-manuskrip tentang pengajaran Islam di Asia Tenggara. Sehingga untuk dapat mengetahui sejarah Islamisasi di wilayah Nusantara, haruslah memulainya dengan mempelajari lembaga-lembaga pesantren.
Barus, suatu daerah di Sumatera Utara, disebut-sebut telah berkembang menjadi daerah Kosmopolitan dari abad ke-10 hingga abad ke-15. Hal ini ditandai dengan ditemukannya beberapa inskripsi yang berbahasa Arab dan sebagian berbahasa Parsi. Pada abad itu, Islam berkembang menjadi kekuatan besar yang menakjubkan dan menjadikan kawasan Indonesia menjadi kawasan yang paling dinamis. Hal ini dicatat oleh Anthony Reid dalam bukunya Southeast Asia in The Age of Commerce. Barus dikenal sebagai kawasan pengekspor minyak wangi yang disukai oleh para bangsawan dan pangeran Arab, Persia, dan Cina, bahkan bangsawan Cina telah menyukai minyak wangi Barus sejak abad ke-6.
Karena pengguna minyak wangi Barus adalah para pangeran dan bangsawan dari negeri yang paling maju dan dinamis, maka harga dari minyak wangi Barus dapat dipastikan sangat mahal harganya. Ada sebuah tradisi yang berkembang di dunia Muslim, bahwa para pedagang muslim menyediakan amal jariyyah bagi ulama yang bersedia menemani para pedagang untuk tinggal dan mengembangkan aktivitas serta pengajaran pendidikan Islam di daerah asalnya, yakni di Barus.
Para ulama’ atau syaikh yang mengiringi ke Barus diyakini memiliki keilmuwan yang tinggi. Pasalnya dalam 200 tahun kemudian, di wilayah ini sudah dapat menumbuhkan kesultanan Lamreh menjelang tahun 1200. Di kekuasaan kesultanan inilah, kemudian oleh Ricklefs dijadikan sebagai permulaan berkembangnya kesultanan Islam, yakni mulai pada tahun 1200. Disinilah, di Barus, menjadi bagian terpenting dari studi lembaga pendidikan Islam di Indonesia yang dalam sejarahnya akan melahirkan berbagai tokoh dan ulama yang dapat mengubah bangsa Indonesia dari beragama Budha Hindlu menjadi bangsa terbesar di dunia yang memeluk agama Islam.
Pemilihan Islam sebagai agama bagi rakyat di Nusantara, sebenarnya bermula dari rasa kekecewaan atas melemahnya imperium Majapahit tatkala ditinggalkan oleh Mahapatih Gadjah Mada pada tahun 1356. Dan yang lebih menakjubkan adalah proses pemilihan ini melalui hati sanubari dan pikiran bangsa Indonesia, tanpa adanya paksaan dari luar dan kekuatan dari militer yang menyertai masuknya Islam ke Nusantara.

Proses pemilihan ini pada tahap selanjutnya membentuk lembaga pendidikan Islam di berbagai daerah. Lembaga pendidikan ini melahirkan sejumlah ulama yang tidak hanya diakui oleh bangsa Indonesia sendiri, melainkan telah mendapat pengakuan dunia internasional dengan bukti telah menjadi guru besar di Makkah. Makkah dalam periode itu masih menjadi rujukan utama dalam keilmuwan dunia Islam. Hamzah Fansuri adalah salah satu contoh ulama asli Indonesia yang  ketinggian keilmuwannya telah mendapat pengakuan di Makkah. Di dalam perkuburan Bab al-Ma’la, komplek perkuburan keluarga dan sahabat Nabi, ditemukan inskripsi di Batu Nisan Hamzah Fansuri. Di batu nisan tersebut, disebutkan bahwa Hamzah Fansuri diakui kebesarannya.


Sumber : Zamakhsyari Dhofier. Tradisi Pesantren. Jakarta : LP3ES, 2015.

0 komentar